Pages

November 9, 2009

c o r p u s | Alam Manusia Dalam Fenomenologi ~ M.A.W. Brouwer




Kau bisa tahu apakah seseorang telah dikalahkan di dunia ini
dari caranya berjalan di jalanan kota.
Ada ribuan cara kekalahan,
masing-masing berdasar pada morfologi spesifik,
tetapi semua sangat jelas menunjukkan siapa mereka itu.
E.L. Doctorow; 'City of God', Q-Press, 2007

Buku 'Alam Manusia Dalam Fenomenologi', karya M.A.W. Brouwer, yang diterbitkan di Jakarta pada tahun 1988 oleh PT Gramedia, merupakan salah satu literasi berkualitas yang berupaya membedah tentang psikologi dan fenomenologi secara mendalam, dengan eksplorasi bahasa yang lumayan sulit namun memikat.
 
Pada bagian belakang sampul buku disebutkan: "Fenomenologi beranggapan bahwa kesadaran manusia bukan suatu sistem tertutup, melainkan suatu keterarahan ke luar, ke dalam lingkungannya. Bertolak dari anggapan itu, maka diterima adanya hubungan dialektis antara manusia dan lingkungannya. Fenomenologi lebih berhasil menjelaskan hubungan dialektis itu daripada penjelasan dari empirisme dan intelektualisme, yang lebih menitikberatkan hubungan kausal. Pada hal hubungan dialektis jauh lebih komprehensif dan kaya perspektif mendekati esensi kehidupan yang sebenarnya. MAW Brouwer, penulis buku ini merupakan seorang pendukung filsafat fenomenologi untuk membantu pengembangan psikologi yang sekarang cenderung empiristis dan intelektualistis. Bertolak dari beberapa pandangan ahli fenomenologi, terutama pandangan Maurice Merleau-Ponty, pengarang ingin menjelaskan apa artinya lingkungan manusia itu. Lingkungan yang dijelaskan bukan sekadar gambaran alam inderawi, tetapi suatu lingkungan yang ingin dikuasi manusia lewat badannya. Sebuah alam manusia yang terbentuk dan menjelma dalam kesadaran tentang ruang dan waktu."

Almarhum Martinus Anton Wesel (M.A.W.) Brouwer, adalah warga negara Belanda, yang menamatkan studi kepsikologiannya di Fakultas Paedagogi Universitas Nijmegen (1950) dan Fakultas Psikologi Universitas Indonesia (1961), dan kemudian semasa hidupnya teguh mengabdikan diri menjadi dosen Fakultas Psikologi Universitas Padjadjaran di Bandung.
 
Berikut ini disajikan petikan-petikan intisari narasinya untuk dinikmati, dicermati, ataupun dikritisi:
  • Undang-undang dasar dari fenomenologi ialah intensionalisme yaitu dialektika Brentano yang mengatakan tidak ada hal yang dilihat kalau tidak ada yang melihat dan sebaliknya, tidak ada subyek (yang melihat) kalau tidak ada obyek (yang dilihat). Pendek kata fenomenologi mulai dengan kebenaran absolut: tidak ada dunia tanpa manusia dan tidak ada manusia tanpa dunia. Manusia ialah etre au monde (zijn aan een wereld): hidup artinya melihat sesuatu (dunia).
  • Manusia terbuka untuk dunia (eksistensi) dan dunia terbuka untuk manusia. Pengamatan (mengamati) ialah suatu relasi yang prasadar. Badan tahu hal lebih banyak tentang dunia dari saya sendiri dan anak kecil tidak usah diajar bagaimana dia harus pasang mata atau telinga. Waktu meraba, kecepatan gerak tangan menentukan sifat dari pengamatan perabaan dan secara tak sadar kita menentukan kecepatan itu supaya terjadi perabaan optimal. Dialektika prasadar dari badan dan dunia disebut arkeologi atau eksistensi dari badan subyek. Pengamatan, baik sadar maupun tidak sadar (ambiguitas), tidak seratus persen gelap, tidak seratus persen terang dan manusia selalu mungkin keliru.
  • Pengamatan ialah pintu menuju dunia dan pengamatan ialah suatu teka-teki. Hanya mereka yang menghapuskan semua dongeng dari realisme (di luar saya ada dunia yang wujud), idealisme (saya mengenal benda di luar dengan sempurna), bisa melihat gejala misterius yang disebut pengamatan yaitu munculnya suatu alam dalam pengalaman.
  • Segala hal yang diamati hanya bisa diamati kalau muncul dalam suatu konteks (forme, Gestalt), saya baru mengenal rumah saya kalau muncul dalam lingkungannya dan andaikata saya bertemu dengan teman di luar negeri, saya mula-mula tak kenal dia karena dia harus disesuaikan dulu dengan lingkungan yang baru.
  • Melihat menurut Merleau-Ponty ialah masuk ke dalam alam benda-benda yang menampakkan dirinya, dan tidak bisa menampakkan diri andaikata benda itu tidak dulu menyembunyikan dirinya di belakang saya atau di belakang benda-benda yang diamati. Melihat sesuatu ialah mengambil tempat dari benda yang diamati, saya meninjau dari tempat itu semua benda yang mengarahkan mukanya pada benda itu, saya mendiami benda yang diamati. Karena saya melihat semua benda itu bersama benda yang diamati, maka benda-benda itu tetap bagi saya tempat-tempat kediaman yang terbuka sehingga benda yang diamati bisa dilihat dari pelbagai sudut. Setiap benda mencerminkan benda-benda lain.
  • Manusia tak pernah menjadi sanggup menangkap dan mengerti dirinya secara keseluruhan dan dengan kejernihan sempurna. Badan yang dialami hanya dialami setengah-setengah dan pengamatan tak pernah selesai justru karena diarahkan menuju suatu alam.
  • Contoh yang masyhur yang diberikan Sartre ialah orang yang menengok lewat lubang kunci pintu dan melihat bahwa dia dilihat. Badannya membeku dan badan dari orang yang cemburu berubah menjadi benda, menjadi asing dan kaku. Justru dalam contoh itu menjadi nyata bahwa kita tidak hanya mempunyai suatu badan tapi juga meng-hi-dup-i badan itu, we live our body. Saya mempunyai dan saya adalah suatu badan (corps vecu). Hal itu berarti menurut Sartre, bahwa ada perhubungan antara badan dan dunia.
  • Menurut Bakker pendapat Merleau-Ponty mengenai badan manusia bisa diringkaskan sebagai berikut. Manusia ialah suatu mahluk unik, dia tidak seratus persen mahluk jasmaniah dan tidak seratus persen rohaniah. Sejauh manusia dapat diketahui, dia mewahyukan suatu realitas khusus yaitu suatu segi badan dan roh dalam suatu dialektika atau kausalitas sirkuler. Badan yang hidup ialah badan yang menciptakan makna (sense giving body). Hal itu menjadi nyata dari gerak-gerik badan manusia. Buytendijk menganalisa badan kewanitaan dan atas dasar itu dia melukiskan alam (makna) wanita. Mengubahkan raut muka dan mengepalkan tinju waktu marah dipersatukan dengan perasaan kemarahan dan tidak bisa dikatakan perasaan menyebabkan gerakan atau gerakan menyebabkan perasaan. Merasa dan bergerak ialah suatu hal yang tidak bisa dipisahkan.
  • Dan dari eksistensi, badan tidak bisa dianalisa seperti mayat diurai, badan mengatasi dirinya dalam suatu transendensi. Berdasar transendensi badan manusia terjadi kemungkinan dari ko-eksistensi. Saya bisa bertemu dengan orang lain tidak dalam suatu ruang pemikiran atau ruang geografis dari ilmu fisika, melainkan dalam ruang eksistensi karena baik badan saya maupun badan dia berakar dalam lingkungan yang bermakna dengan habitat yang sama.
  • Badan sebagai fenomenon tidak bisa sekonyong-konyong ditukarkan dengan badan yang diraba, diketok, atau diurai sang ahli ilmu faal.
  • Keanehan dari badan ialah kenyataan bahwa badan selalu berada bersama saya dan tidak seperti kursi atau meja kadang-kadang hilang dari alam pengalaman. Permanensi dari badan itu bukan suatu fixed scene yang nampak dalam dunia. Permanensi badan ialah suatu faktor lateral yang menemani semua titik tolak (all points of view) suatu titik yang tidak bisa dihilangkan atau didefinisikan sebagai suatu titik tolak sendiri.
  • Badan itu tidak hidup d i d a l a m ruang tapi mendiami ruang (it doesn't live in space but it lives space) hal mana disebut habitat atau tempat kediaman.
  • Badan sebagai subyek pengamatan bukan suatu intensionalitas yang sadar. Pengamatan bukan suatu pikiran, bukan pengertian atau usaha yang sadar. Yang membuat sintesa dari melihat, meraba, dan mendengar bukan subyek epistemologis. Yang membuat sintesa itu ialah badan yang menarik dirinya ke luar dispersi dan mengumpulkan dirinya, meluncurkan diri dengan segala tenaga menuju satu-satunya dari gerakan itu, dan menciptakan satu intensi dalam synergeia badan itu. Hal itu bukan pikiran, artinya tidak terjadi dalam cahaya terang orang yang tahu; badan itu mengambil alih semua pengetahuan badan terhadap dirinya sendiri dan dunia sebagai milik yang jadi haknya, the body takes over as aquired all the latent knowledge which my body has of itself.
  • Dasar dari segala hal dalam badan ialah hal mengada pada dunia (beeing to a world, etre au monde). Karena badan membawa saya pada dunia badan itu membawa saya ke ruang waktu. Sejauh saya mempunyai badan dan beraksi dalam dunia bisa dikatakan ruang dan waktu bagi saya bukan sejumlah titik satu sebelah yang lain, bukan sejumlah tak terhingga banyak relasi yang harus dibuat oleh kesadaran. Saya tidak terdapat di dalam ruang atau di dalam waktu tapi saya adalah ruang, saya adalah waktu, I am at time, I am at space.
  • Begitulah bisa dikatakan bahwa hal mengada kepada dunia ialah mengumpulkan diri menuju dunia, to exist towards the things in the world. Eksistensi menuju dunia mendahului semua tematisasi, kategorisasi, dan predikasi (pikiran). Hal itu juga berlaku di bidang refleks, kalau saya tergelincir di jalan (kulit pisang) sebelum berpikir saya menemui keseimbangan kembali karena badan lebih baik tahu dunia dari pada saya sebagai pemikir.
  • Badan dan roh, bahan dan kesadaran tidak boleh dipisahkan. Kesadaran dan infrastruktur yang menjadi dasar kesadaran tidak bisa diceraikan. Manusia menciptakan kemanusiaan di dalam realitas dan tidak di luar bahan. Manusia ialah suatu Gestalt, suatu kreativitas, hal baru yang terjadi dalam permainan kebetulan pelbagai unsur. Gestalt ialah suatu sebab bersama dengan dan di dalam bermacam-macam kondisi.
  • Tidak mungkin membayangkan manusia tanpa kepala atau manusia tanpa seksualitas.
  • Manusia bukan spesies naturalis melainkan suatu "idee historique".
  • Kalau benar bahwa manusia ialah kejadian kontingen sifat kebetulan memang kelihatan. Kontingensi itu paling nyata dalam mortalitas, manusia muncul dan hilang dalam hal mengada. Waktu ialah conditio sine qua non dari eksistensi syarat yang harus dipenuhi supaya eksistensi menjadi mungkin.
  • Eksistensi dengan tugas-tugas dan tujuan-tujuan tidak bisa begitu saja disamakan dengan waktu karena waktu juga mengalir lewat kita kalau tidak ada tugas yang harus diselesaikan atau pekerjaan yang harus dijalankan. Hidup tidak diperwujudkan dengan waktu meskipun eksistensi tidak mungkin tanpa waktu. Waktu sendiri hanya mengalir dan tidak mengerjakan apa-apa. Waktu tidak bisa dihindarkan, kewaktuan sebagai pembatasan eksistensi (maut sebagai penghabisan yang mengerikan) pura-pura hilang kalau segala perbuatan dalam pemikiran diarahkan ke waktu sekarang seperti nyonya-nyonya tua yang menghiasi diri seolah-olah muda untuk selama-lamanya.
  • Eksistensi sebagai praksis menjadi jelas kalau kita ingat yang pernah dikatakan (materialisme historis) bahwa manusia menciptakan dirinya dalam aktivitas produksi. Dalam negara dengan produktivitas tinggi kita menemui orang yang mutunya lebih tinggi daripada orang negara dengan produksi rendah. Sejarah ialah sejarah dari produksi, perkembangan masyarakat, hukum, politik dan ideologi dan dasar dari perkembangan itu ialah manusia.
  • Dalam materialisme historis sering muncul istilah "obyek manusiawi" (human object) yang diperkembangkan dalam fenomenologi. Dalam obyek semacam itu makna lekat pada obyek yang menampakkan diri dalam pengalaman. Suasana, roh atau moral dari masyarakat dalam zaman tertentu diperwujudkan, diteruskan dan dilihat dalam hal wujud dari kebudayaan. Kategori-kategori praktis menjadi sedimentasi dalam kebudayaan itu dan kategori-kategori praktis menyarankan pelbagai cara berpikir (ideologi) dan cara bertingkah laku (patterns of behaviour). Tidak bisa dikatakan ideologi ialah hal yang seratus persen subyektif atau ekonomi suatu hal yang seratus persen obyektif. Keduanya berpartisipasi dan berkomunikasi dalam eksistensi historis dan dalam obyek manusiawi yang memperwujudkan dua hal itu. Baik ideologi maupun ekonomi menjadi satu sistem yang wujud.
  • Di dalam dunia manusia sebagai keseluruhan moral tanpa ekonomi tidak mungkin dan ekonomi tanpa dimensi psikologis tidak bisa dibayangkan.
  • Karena badan tidak dilukiskan sebagai gumpalan daging, berat dan malas atau sebagai alat di luar jiwa melainkan sebagai selubung yang hidup yang menyelubungi tingkah laku, asas tingkah laku itu tidak perlu diberikan tenaga-tenaga yang pura-pura alamiah. Maksud dan tujuan-tujuan tingkah laku kita mendapat inkarnasi yang wajar dalam gerak-gerik badan kita dan menyatakan dirinya dalam gerak-gerik itu seperti benda menyatakan dirinya dalam bayangan-bayangan (shadows).
  • Begitulah menjadi nyata bahwa pelbagai fenomena yang bertempat tinggal dalam badan menjadi syarat yang perlu dan cukup untuk kemungkinan adanya suatu pengamatan dan menjadi nyata juga badan menjadi perantara yang tidak mungkin tidak ada antara dunia dan pengamatan yang seterusnya dipisahkan. Tidak mungkin lagi pengamatan menjadi penangkapan benda-benda, merebut benda-benda itu sampai menjadi milik dan yang ditangkap di tempat benda-benda itu sendiri. Terjadi bahwa pengamatan menjadi suatu kejadian di dalam badan hasil dari pengaruh benda-benda atas badan itu. Dunia diperlipatgandakan, terdapat dunia wujud di luar badan saya dan dunia-bagi-saya yang pertama nomor satu yang kedua nomor dua.
  • Sang filsuf (seperti Descartes) mencoba mempertahankan suatu kesatuan macam (identitas spesifik) karena tidak ada kesatuan numerik antara hal yang dilihat dan aktivitas penglihatan sehingga sifat-sifat dari bayangan penglihatan diambil dari benda yang dilihat dan karena itu pengamatan dilukiskan sebagai suatu imitasi, benda di luar kita diulangi (diperlipatduakan) dalam diri kita sendiri, aktualisasi di dalam jiwa dari suatu hal yang terdapat in potentia dalam suatu sensibel di luar jiwa itu.
  • Kalau yang disebut alam (nature) ialah suatu jumlah kejadian yang tersusun berdasar hukum-hukum (hukum alam) memang jelas bahwa pengamatan ialah bagian dari alam dan alam yang diamati (monde reel) dari sifat-sifat primer (ruang dan waktu).
  • Jiwalah yang mengamati dunia bukan otak, berdasar analisa dari dunia yang diamati dan corak-coraknya kita bisa menjelaskan nilai ruang (la valeur spatiale) yang diberikan dalam kasus masing-masing pada suatu titik dalam lapangan penglihatan.
  • Obyek-obyek dari kesadaran disebut fenomena supaya menjadi jelas bahwa benda-benda yang diamati terdapat di dalam subyek sedang dalam kehadiran dari benda-benda itu di muka subyek terdapat corak-corak yang kuat sehingga yang nampak sebagai hal yang nyata dan riil diperbedakan dengan hal yang pura-pura atau iriil. Filsafat yang membatasi diri dengan tema tersebut diberikan nama fenomenologi yaitu suatu inventarisasi dari kesadaran sebagai miliu dari universum.
  • Tapi sekarang kita bisa bertanya apakah kita tidak dipaksakan menerima suatu dualitas di dalam kesadaran suatu dualitas yang telah kita hindarkan antara kesadaran dan benda-benda luar kesadaran itu. Benda-benda sebagai kesatuan ideal dan sebagai signifikansi-signifikansi kita tangkap melalui segi-segi individual (shadows, abschattungen). Kalau saya melihat di muka saya sebuah buku bentuk persegi empat itu ialah suatu bentuk wujud yang "berdaging" (incarnee).
  • Tesis dan antitesis menyatakan dua segi. Dari satu pihak harus dikatakan bahwa memang benar pengamatan saya ialah suatu aliran kejadian-kejadian yang berlaku bagi saya sendiri. Dalam perspektivisme pengamatan sebagai pengalaman terdapat kontingensi radikal yang menjelaskan topeng realisme yang lekat pada pengamatan itu. Dari pihak lain harus dikatakan bahwa dalam pengamatan pintu dibuka menuju benda-benda sendiri karena segi-segi dari perspektif disusun sedemikian rupa sehingga jalan dibuka untuk signifikansi-signifikansi interindividual karena segi-segi itu mewakili dan mempersembahkan suatu dunia. Benda-benda dunia terdapat di mana mereka kulihat baik dalam riwayat hidup saya maupun di luarnya tanpa kemungkinan benda-benda itu dipisahkan dari dua relasi yang disebut tadi. Saya melihat benda-benda secara langsung tanpa badan saya sebagai layar putih representasi dan badan seperti benda-benda menampakkan dirinya sebagai gejala (memang benar bahwa badan itu sebagai gejala mempunyai suatu corak asli yang justru menampakkan suatu badan yang menjadi intermedium antara saya dan dunia meskipun badan itu sebetulnya bukan intermedium).
  • Kita harus memperbedakan makna ideal dari kejadian-kejadian psikis (makna yang mungkin benar, mungkin salah) dan makna imanen dari kejadian-kejadian itu atau suatu istilah lain, corak efektif dari pengalaman-pengalaman dan corak ideal. Begitu juga dapat kita memperbedakan suatu rekonstruksi pikiran yang tidak membebaskan kita dalam hidup emosional dan suatu pembebasan efektif yang menghasilkan suatu kemerdekaan dalam pikiran dan motivasi seperti diterangkan Goldstein.
  • Manusia tidak bisa direduksikan menjadi hanya konsep yang berdasar kesadaran ideal yang dibuatnya tentang dirinya sendiri seperti benda tidak bisa direduksikan menjadi konsep yang kita pakai untuk mengekspresikan benda itu.
  • Tapi seperti saya bisa salah faham tentang diriku sendiri dan hanya menangkap makna ideal dan pura-pura dari tingkah laku saya begitu saya bisa juga salah memahami orang lain dan hanya menangkap sampul dari tingkah lakunya. Melihat dia tak pernah (misalnya waktu dia sedih atau merasa sakit) suatu pengamatan yang serupa pengamatan kalau saya mengamati diriku sendiri atau pengamatan serupa pengamatan yang didalamnya dia mengamati dirinya sendiri. Penyesuaian antara mengamati dia dan pengamatannya terhadap dirinya sendiri hanya terjadi kalau saya cukup dekat dengan dia sehingga perasaan-perasaan kita membuat satu keseluruhan (ensemble) satu bentuk (forme) sehingga hidup saya dan hidup dia tidak lagi mengalir satu terpisah dari yang lain. Saya hanya bisa menemani dia dalam konsensus yang sulit itu dan yang jarang terjadi seperti saya hanya mengenal gerakan asli dari saya sendiri dan hanya mengenal diriku sendiri secara jujur kalau saya telah ambil keputusan menciptakan suatu hal mengada yang jujur dan wajar (la decision d'etre a moi meme). Begitulah jelas saya tidak mengenal diriku sendiri dengan menempatkan diriku di muka diri saya sendiri sebagai suatu benda (connaitre par position) tapi memang lebih benar lagi bahwa saya tidak mempunyai suatu daya yang sudah ada waktu saya lahir untuk mengenal orang lain.
  • Saya bergaul dengan teman melalui makna dari tingkah lakunya tapi tugas saya ialah mencapai corak dari tingkah laku yaitu mencapai dasar di bawah perkataan-perkataannya dan isyarat-isyaratnya di mana gerakan itu diciptakan. Tingkah laku orang lain dulu memamerkan suatu modus eksistendi sebelum menyatakan suatu cara berpikir (modus cogitandi). Kalau tingkah laku mengarahkan dirinya kepada saya seperti terjadi kalau dia bicara sama saya, kalau tingkah laku itu membujuk saya menjawab sesudah tingkah laku (pembicaraan) menangkap pemikiran (saya) saya diseret dalam suatu ko-eksistensi (saya hidup bersama dia) dan tidak bisa dikatakan bahwa saya satu-satunya pencipta dari koeksistensi itu dan bisa dikatakan bahwa koeksistensi itu mendasarkan alam sosial sebagai gejala seperti pengamatan menciptakan gejala alam keliling kita. Yang dikatakan tentang percakapan teman dengan saya juga bisa dikatakan tentang benda-benda kebudayan yang kulihat dan yang menyesuaikan diri dengan daya dan tenaga saya, menimbulkan maksud dan tujuan dalam jiwaku dan menjadi obyek dari pengertian misalnya kalau saya memegang palu untuk memukul paku.
  • Kalau pengamatan didefinisikan sebagai perbuatan yang mewahyukan pada kita eksistensi-eksistensi memang jelas bahwa semua persoalan menjadi persoalan pengamatan. Persoalan pengamatan ialah dualitas konsep struktura (corak) dan signifikatio (konsep). Suatu corak (forma) seperti misalnya keseluruhan dari pigura dan latar belakang ialah suatu keseluruhan yang mempunyai makna dan bisa menjadi titik tolak dan dasar dari analisa intelektual. Tapi keseluruhan latar belakang pigura bukan suatu ide karena keseluruhan itu mengkonstitusikan diri, mengubahkan dirinya dan mereorganisasikan diri di muka kita sebagai suatu spektakulum yaitu seperti sandiwara atas panggung.
  • Andaikata ikan bisa diundang melihat samudera seperti laut dilihat burung, hewan yang hidup dalam air itu akan merasa heran sekali karena ikan melihat segala hal kecuali air. Begitulah dapat dikatakan manusia melihat segala hal kecuali alam. Yang dimaksudkan alam dalam fenomenologi bukan alam fisik seperti misalnya pernah dibaca dalam suatu paper, alam kesundaan penuh pohon kelapa. Yang dimaksudkan fenomenologi ialah alam peng-alam-an yaitu satu segi dari eksistensi seperti dijelaskan dalam intensionalisme, tidak ada yang melihat tanpa ada yang dilihat tidak ada alam tanpa pengalaman.
  • Dalam obyektivisme dari ilmu atau hidup sehari-hari sering terjadi benda dibayangkan sebagai hal komplit di luar kita dan manusia tidak menyadari bahwa melihat benda ialah kurang lebih menciptakan benda. Tanpa mata tidak ada cahaya dan warna dan tanpa telinga tidak ada alat musik.
  • Syarat mutlak untuk masuk pemikiran fenomenologis tentang alam inderia ialah menghapuskan asumsi naif tentang benda sebagai benda (Das Ding an sich).
  • Manusia hidup di dalam dunia, mengalami dunia dan memakainya tapi manusia dan dunia bukan hal yang sama. Manusia mentransformasikan alam menjadi alam-bagi-manusia yaitu dalam pemaknaan (pengalaman) dunia menjadi eksistensi. Manusia memberi makna pada dunia tapi hanya kerena diundang oleh dunia itu. Setiap kali muncul bahaya manusia mengabsolutkan atau dirinya atau alamnya.
  • Pemikiran tradisional dari ilmu pengetahuan mengenai subyek dan obyek tidak membuka pintu untuk tinjauan gejala pengamatan yang harus dilihat dengan mata seorang bayi yang baru lahir.
  • Pengamatan terjadi dengan tepat kalau badanku menangkap dengan baik hal yang diamati tapi hal itu tidak berarti bahwa tangkapan (grip) itu ialah hal yang sempurna dan lengkap. Suatu pengamatan hanya lengkap (dan hal itu per definisi tidak mungkin) andaikata saya melihat pameran semua unsur dari cakrawala dalam dan luar dari benda yang diamati. Melihat ialah percaya ada dunia, saya percaya bahwa data pengamatan yang kabur nanti kalau saya meneliti lebih teliti akan menjadi lebih lengkap sesuai realitas. Kepercayaan terjamin berdasar keterbukaan saya terhadap suatu dunia.
  • Pengamatan ialah suatu Gestalt. Melihat seorang gadis yang punggungnya telanjang ialah hal lain daripada melihat dia berbusana dan hal itu juga berlaku kalau gadis itu hanya dilihat dari muka. Dalam perabaan benda dibangun dan tangan tidak boleh bergerak terlalu cepat atau lambat. Relasi antara yang melihat dan yang dilihat tak pernah suatu relasi sempurna karena benda hanya memberi dirinya sepihak. Yang dilihat dan yang tidak dilihat sama pentingnya sehingga tidak heran pernah dikatakan bahwa hal negatif (hal yang tidak ada) masuk secara esensial dalam corak benda-benda. Berdiri di muka rumah ialah melihat bagian belakang dari rumah sebagai bagian yang belum dilihat satu perspektif menunjuk yang lain. Benda tidak muncul kalau tidak ada suatu cakrawala (dalam) yaitu potensi-potensi melihat segi-segi lain sebagai antisipasi dari hal yang akan jadi. Hal itu juga berlaku untuk benda-benda keliling obyek yaitu benda-benda yang menjadi latar belakang. Tanpa latar belakang tidak ada pigura dan tanpa cakrawala (luar) tidak ada benda. Andaikata rumah saya muncul dengan kota lain sebagai lingkungan rumah saya tidak dikenal kembali dan dianggap suatu replika.
  • Hidup ialah mengada pada dunia lewat badan kita. Dalam fenomenologi kita membaharui kontak baik dengan alam maupun dengan badan dan kita juga akan menemui diri kita sendiri karena kita mengamati dengan badan dan badan ialah diri natural yaitu subyek dari pengamatan (badan subyek).
  • Pemikiran obyektif (biologi, astronomi dan semua sains lain) tidak melihat subyek. Sang biolog melihat kerbau tapi tidak melihat yang melihat kerbau dan astronom melihat bintang-bintang tanpa memikirkan siapa melihat bintang-bintang (kecuali kalau observasi diganggu sikap pengamat). Alam yang muncul dalam sains ialah alam lengkap yang sudah selesai (ready made) yaitu panggung macam-macam kejadian di mana juga dilihat pengamatan sebagai suatu kejadian (ilmu panca inderia dari ilmu faal atau ilmu jiwa). Seorang ahli ilmu jiwa empirisme mempelajari dalam laboratorium seorang yang melihat sesuatu dan melukiskan apa yang terjadi: dia mencatat ada rangsang-rangsang (sensations) yaitu keadaan dari sang pengamat dan sensasi itu ialah benda-benda rohani (mental things). Kejadian-kejadian itu terjadi di dalam orang yang melihat atau mendengar dan sang psikolog melukiskan kejadian itu seperti seorang ahli ilmu hayat melukiskan flora dan fauna dari salah satu daerah. Sang psikolog tidak ingat bahwa dia sendiri menciptakan ceritera itu, bahwa dia sendiri ialah auctor intelectualis (subyek) dari kejadian-kejadian yang dilukiskan. Dia tidak mengerti bahwa pengamatan sebagai pengalaman dia (bukan hal yang dipelajari dalam orang percobaan) berbeda sekali dengan yang dikatakannya tentang pengamatan "pada umumnya".
  • Menurut Satre benda-benda muncul di sini dan di sana kalau hanya berhubung satu dengan yang lain dan tidak berhubung dengan diriku sendiri (badan), saya yang menjadi sendiri relasi dengan diriku sendiri. Ruang inteligibel (ruang ilmu) ialah eksplisitasi dari ruang orientasi. Andaikata saya tidak berbadan (jasmaniah) saya tidak mengalami ruang: titik tolak segala hal ialah "di sini" yaitu badan saya.
  • Anak yang pegang bedil mainan, pemain sandiwara yang muncul sebagai Napoleon, musafir yang di peta dengan jarinya ikut perjalanan yang direncanakan semua orang itu bergerak secara wujud dalam ruang imajiner: lapangan eksersisi, medan pertempuran Waterloo, daerah luar negeri yang dikunjungi. Realitas-realitas imajiner dihidangkan atau dihapuskan oleh badan secara fiktip.
  • Manusia bukan mesin atau konstruk mekanis, dia harus dianggap sebagai suatu eksistensi (intensi). Manusia bisa memilih pelbagai macam eksistensi. Kalau dia menutup mata dan ikut irama musik dia bisa berdansa sehingga alam satu arah yang optis berubah menjadi ruang akustis dengan pelbagai arah sekaligus. Sebagai kesatuan badan-kesadaran manusia diarahkan menuju suatu alam (etre au monde), manusia bisa memilih pelbagai badan waktu kerja, main, terjun, tertawa, main cinta dan lain-lain. Seperti ada pelbagai macam kesadaran begitulah juga terdapat pelbagai macam eksistensi jasmaniah.
  • Satre sebagai seorang rasionalis (Descartes, Leibniz) berpendapat manusia ialah kesadaran dan dalam kesadaran tidak ada hal yang tersembunyi.
  • Kesadaran menurut Merleau-Ponty bukan suatu saya tahu atau saya pikir melainkan saya bisa, saya sanggup. Kesadaran menyatakan hal mengada pada dunia yaitu lewat badan. Kesadaran sebagai saya bisa muncul sebagai suatu banyaknya cara bergaul dengan apa yang diberikan. Menyadari sesuatu artinya terlibat dalam sesuatu (engagement) sehingga jelas bahwa kesadaran lebih dari berpikir, mengetahui atau mengamati.
  • Satre bilang kesadaran eksistensi sedang Merleau-Ponty berpendapat menyadari sesuatu artinya bereksistensi (bergaul). Yang dimaksudkan dengan eksistensi dalam definisi Merleau-Ponty bukan eksistensi yang mengetahui diri, yang sadar saja. Eksistensi menurut Merleau-Ponty jauh lebih luas dan dalam. Eksistensi itu ialah pemaknaan, hidup yang memberi arah, arti dan makna tidak hanya di tingkat sadar tapi terutama di bidang yang tidak sadar, yang prasadar.
  • Memang kita jauh dari lapangan ilmu jiwa eksperimentil dan jauh dari obyektivisme ilmu-ilmu positip. Tapi sejak Merleau-Ponty melukiskan misteri hal mengada itu ilmu jiwa atau ilmu faal lebih mengerti dirinya sebagai abstraksi dari kenyataan. Yang muncul ialah suatu gejala aneh yang disebut "daging" (chair) yaitu sensibilitas (zichtbaarheid atau tastbaarheid) yang kadang-kadang tebal dalam hal yang dilihat kadang-kadang dalam hal yang melihat. Daging dunia ialah hal dalam (depth) yang terdapat baik dalam badan maupun dalam dunia. Daging bukan istilah material bukan istilah spiritual. Paling dekat istilah arche (Yunani) atau elementum, suatu matriks yang menjadi sumber dari segala hal baik rokhani maupun materi.
  • Kalau kita ingin melukiskan pengalaman tidak ada jalan lain daripada mengakui bahwa pengalamanku meloncat ke dalam benda-benda dan mentransendensikan dirinya dalam benda itu. Hal itu terjadi karena pengalaman itu selalu muncul dalam suatu konstelasi (framework) dari suatu situasi berhubung dengan alam (dunia) dan itulah badanku (experience comes into being within the framework of a certain setting in relation to the world which is the definition of my body).
  • Dalam suatu catatan Merleau-Ponty menerangkan kenyataan konstansi bentuk dan ukuran sebagai konstansi eksistensial dan bukan intelektual. Konstansi berhubung dengan perbuatan pralogis yang perbuatan yang di dalamnya subyek ambil tempatnya dalam dunia ini. Bagi manusia dalam suatu lingkungan bulat yang sempurna, konstansi horisontal lebih baik dari konstansi vertikal (seperti bulan dekat cakrawala lebih besar daripada yang di zenith) sedang untuk monyet konstansi vertikal lebih baik.
  • Karena itu tidak bisa disangkal bahwa setiap pengamatan benda, setiap penangkapan corak atau ukuran wujud dan setiap konstansi berhubung dengan penempatan (position) suatu dunia, berhubung dengan suatu sistem peng-alam-an yang di dalamnya badanku digabungkan erat dengan gejala-gejala yang muncul. Tapi sistem pengalaman tidak dipamerkan di muka saya seolah-olah saya Tuhan karena pemandangan ku alami (is lived by me) dari satu titik tolak dan dilihat dari salah satu sudut berhubung dengan tempat yang ku duduki. Saya bukan peninjau melainkan orang yang terlibat. Saya terlibat dalam suatu titik tolak justru hal itu menyebabkan pengamatan saya terbatas dan juga keterbukaan menuju suatu dunia yang lengkap dengan suatu cakrawala untuk setiap pengamatan.
  • Cakrawala ialah cakrawala lingkungan dekat dan milik berangsur-angsur dari benda-benda dalam lingkungan itu terjamin karena saya tahu bahwa pohon di cakrawala tetap pohon kalau dilihat dari dekat dan mempertahankan ukurannya dan coraknya. Dengan perkataan lain pengalaman pengamatan ialah suatu keseluruhan dengan organisasi, setiap pengamatan menjadi motivasi untuk pengamatan lain dan satu pengamatan mengandung pengamatan-pengamatan lain lagi. Dunia tak lain dari pengluasan lapangan presensi dan sesuai dengan corak dari lapangan itu sedang badan ku ditempatkan dalam dunia itu tanpa menjadi obyeknya. Dunia ialah suatu kesatuan terbuka dan tanpa batas dan saya bertempat dalam dunia ini.
  • Pengamatan bukan ilmu. Pengamatan tidak menempatkan benda dengan jarak antara benda dan saya sendiri seperti terjadi dalam ilmu pengetahuan. Pengamatan tidak meneliti benda tapi hidup bersama benda. Opini itu atau kepercayaan primer dari pengamatan menggabungkan kita dengan dunia seperti kita digabungkan dengan tanah air dan hal mengada dari benda yang diamati ialah hal mengada antepredikatip (yang mendahului kesadaran) dan seluruh eksistensi kita diarahkan menuju hal mengada itu.
  • Waktu Cezanne baru mulai dia terutama mencoba melukiskan ekspresi wajah karena itu dia tidak berhasil. Lama-kelamaan dia mengerti bahwa ekspresi ialah bahasa dari benda itu sendiri dan ekspresi meloncat ke luar konfigurasi benda itu. Melukis bagi Cezanne ialah usaha menangkap kembali fisiognomi dari benda-benda dan wajah-wajah dengan suatu reproduksi integral dari konfigurasi sensibel benda-benda itu. Itulah yang tercapai alam (nature) terus menerus tanpa banyak usaha dan justru karena itu bisa dikatakan lukisan-lukisan Cezanne ialah lukisan suatu pra-dunia yang di dalamnya belum pernah ada orang.
  • Benda ialah suatu hal yang maknanya tidak bisa diperbedakan daripada makna benda itu sebagai penampilan total.
  • Makna benda itu dibangun di muka mata kita, makna yang tidak bisa diteliti sepenuh-penuhnya dengan uraian verbal, suatu makna yang dicampurkan dengan pameran benda yang memamerkan dirinya dalam kenyataan penuh. Setiap noda warna yang ditempatkan Cezanne di kain lukisan harus mengandung atmosfer, cahaya, benda, corak, watak, garis batas dan style (E. Bernard).
  • Apa yang terjadi kalau seorang subyek mencoba membuat suatu sintesa dari pengamatan? Subyek harus menguasai bahan pengamatan itu dan menangkap bahan itu dalam pemikirannya. Seterusnya dia harus mengorganisasikan semua segi benda itu dan dari dalam menggabungkan semua segi benda itu. Hal itu berarti benda tidak lagi melekat pada suatu subyek individual, tidak muncul lagi ke luar suatu titik pemandangan sehingga benda itu tidak lagi mempunyai suatu transendensi (hal lain dari saya sendiri) dan hilang ketebalan (opacity).
  • Saya salah paham orang lain karena saya melihat dia dengan titik tinjau saya sebagai titik tolak tapi seterusnya saya mendengar dia menjawab dan saya mengerti dia suatu pusat perspektip-perspektip. Dalam situasi saya muncul situasi pasien yang ku periksa dan dalam gejala bipoler ini saya mulai mengenal diriku sendiri dan orang lain. Kita harus terjun kembali ke dalam situasi wujud yang di dalamnya baik halusinasi-halusinasi maupun realitas diberikan kepada kita dan menangkap diferensiasi wujud antara halusinasi dan realitas waktu segala hal itu terjadi dalam komunikasi dengan pasien. Saya duduk di muka pasien dan omong sama dia, dia mencoba melukiskan apa yang dia dengar dan apa yang dia lihat. Sekarang bukan soal atau percaya dia atau menukarkan pengalaman dia menjadi pengalaman saya melainkan mengeksplisitkan pengalaman saya sendiri dan pengalaman pasien sebagai hal yang diberikan pada saya di dalam pengalaman saya sendiri, mengeksplisitkan kepercayaan dia yang halusinatorik dan kepercayaan saya sebagai kepercayaan wujud satu di dalam yang lain.
  • Representasi dunia dari orang normal bisa dilukai seperti dunia sang pasien. Melihat bagi kita ialah melihat tanpa verifikasi, kesalahan teori-teori tradisionil tentang pengamatan ialah usaha memasukkan ke dalam pengamatan operasi-operasi intelektual dan pengujian kritis-evidensi panca inderia yang sebetulnya hanya kita pakai kalau pengamatan langsung terjadi tapi tersesat ke dalam ambiguitas. Pengamatan seperti terdapat dalam subyek sehat dan normal pengalaman privat (lepas dari verifikasi mana pun juga) menggabungkan dirinya dengan dirinya sendiri (links up with itself) dan dengan pengalaman yang berasal dari luar sehingga daerah penglihatan (landscape) membuka diri menuju masuk suatu dunia geografis, menuju pemenuhan absolut. Orang sehat tidak puas dengan subyektivitas saja, dia melarikan diri dari subyektivitas itu dan dia selalu berusaha secara serius berada di tengah dunia wujud. Orang sehat memegang waktu dengan langsung dan tanpa refleksi sedang orang yang menderita halusinasi yang memakai hal mengada dalam dunia supaya dia memotong suatu bagian dari kue itu bagi dirinya sendiri, suatu bagian dari dunia yang milik kita semua, pasien terus menerus melawan transendensi waktu.
  • Dalam saya sendiri sebagai orang sehat ada perbuatan-perbuatan sehingga saya menempatkan suatu benda dengan jarak di muka saya. Benda itu berhubung dengan benda lain sebelah benda itu. Benda tersebut mempunyai sifat-sifat yang dapat diteliti. Dalam diri saya ada memang pengamatan-pengamatan yang ku mengerti dengan baik. Tapi di bawah semua benda-benda itu dan di bawah semua pengamatan-pengamatan itu terdapat suatu fungsi lebih dalam, suatu fungsi yang mendasar semua benda dan pengamatan itu. Andaikata fungsi itu tidak ada benda yang diamati tidak lagi mempunyai tanda realitas (the distinctive sign of reality). Tanda realitas itu misalnya tidak lekat pada benda-benda yang dialami seorang sizofrenik. Untuk kita benda-benda mulai berlaku dan menjadi penting justru berdasar fungsi mendalam itu. Fungsi itu ialah suatu momentum yang membawa kita ke luar subyektivitas. Momentum itu memberi kita suatu tempat dalam dunia sebelum terjadi pemikiran ilmiah atau verifikasi apakah pengamatan tepat atau tidak tepat.
  • Di dalam fenomenologi manusia muncul sebagai hal mengada pada dunia yaitu alam sebagai obyek selalu bisa dilihat sebagai pengalaman yaitu subyek.
  • Kalau dunia dilihat secara fenomenologis corak pertama yang muncul bukan dunia (Welt) atau mengalami dunia (Welterfahren) melainkan bentuk dari pengalaman yaitu kesayaan dari dunia, kenyataan dunia selalu muncul sebagai dunia yang ku alami. Lain ialah hal yang saya lihat dan mendengar dan corak umum dari hal yang ku lihat dan ku dengar. Segala hal yang kita alami dialami dalam satu perbuatan (Akt) yaitu perbuatan dari saya. Alam ialah hal yang mengalir dan aliran itu harus dijelaskan sebagai suatu kesayaan. Karena saya selalu muncul sebagai saya-yang-mengalami-alam kita harus ingat yang dipelajari ialah dua segi (Pol und Gegenpol) yaitu saya dan alam.
  • Bagaimana ego sum (saya ada) bisa dijelaskan secara fenomenologis dalam refleksi. Saya artinya alam, hal mengada pada dunia, terus-menerus saya dikelilingi alam saya terus-menerus mendiami lapangan-lapangan penginderiaan. Segala hal dalam alam mempengaruhi saya, bisa memanggil supaya diperhatikan dan hal itu berarti saya juga terus-menerus diafeksi oleh saya sendiri (ich bin unaufhorlich von mir selbst affiziert). Hal itu tidak berarti saya selalu menjadi tema perhatian bagi saya sendiri. Waktu membaca buku saya menjadi anonim bagi diriku sendiri. Memikirkan diri sendiri disebut refleksi yaitu suatu pencerminan dari diri. Saya bisa meneliti bagaimana saya berfungsi waktu mengalami alam.
  • Refleksi tidak menciptakan waktu melainkan mewahyukan waktu itu, refleksi ialah kewaktuan (Zeitlichkeit). Refleksi dan waktu ialah sifat dasar dari kesayaan: saya menjadi saya karena saya bisa turun atas diri saya, pulang pada diri saya (auf selbst zuruck kommen kann) dan mengenal diri saya sebagai saya. Tapi saya hanya bisa pulang pada diri sendiri karena saya sudah mendahului saya sendiri (weil ich immer schon im vor-aus bin). Dalam fungsi saya mendahului diriku sendiri dan segala hal yang berada di muka saya. Mendahului dan pulang ialah kewaktuan.
  • Begitulah terjadi pengetahuan dasar dari fenomenologi: hal mengada saya dialami apodiktis dalam ego sum (saya ada) yaitu sedemikian rupa sehingga saya waktu membuka perwujudan hal mengada itu harus ikut jalan berulang-ulang dari suatu refleksi dan menemui hal mengada saya itu sebelumnya sebagai identik dengan suatu pewaktuan diri yang di dalamnya pewaktuan muncul sebagai hal yang diwaktukan: Im ich bin ist mein Sein Apodiktisch erfahren aber so, dass ich die Konkretion dieses Seins auslegend den Gang einer iterativen Reflexion durchschreiten muss und mein Sein vorfinde als Identisches einer iterativen und in der iteration sich doch alleinheitlich verknupfenden Selbstzeitigung in der Zeitigendes selbst nur ist als Gezeitigtes (C 3 II). * * * * *
Rincian Peristilahan
A PRIORI : Istilah dari filsafat Kant. Rangsang-rangsang dari luar disebut a posteriori dan segala usaha manusia menyusun rangsang itu (dengan ruang waktu kategori dan ide) disebut a priori. Istilah itu kira-kira sama dengan noesis dari Husserl atau istilah subyektip dari hidup sehari-hari.
A BIRD'S EYE VIEW : Melihat dunia seperti burung melihat muka bumi dari atas. Dipakai Merleau-Ponty untuk melukiskan intelektualisme atau idealisme yang menghadap alam sebagai hal yang sudah lengkap dan sedia diamati.
ABSCHATTUNG : Bahasa Jerman untuk bayang-bayangan (shadows). Istilah dipakai Husserl untuk melukiskan pengamatan. Waktu melihat salah satu benda saya tidak menangkap benda itu dengan satu tangkapan melainkan dari pelbagai segi. Seperti di layar putih benda ialah sintesa sejumlah gambaran atas pita (film stroke) begitulah benda terdiri dari sejumlah bayang-bayangan.
ABSTRAKSI : Mengambil hal umum dari hal yang khusus (esensi). Melihat sejumlah stasion yang bentuk berbeda, warnanya, tempatnya dan lain-lain saya membiarkan ciri-ciri khas dan mengambil (menarik) ciri-ciri umum sehingga mendapat abstraksi (esensi, hal umum) yaitu bangunan di mana kereta api sampai dan berangkat. Lawan abstrak ialah wujud (esensi lawan eksistensi).
AETERNITAS : Waktu kekal.
AKOMODASI : Gerakan lensa waktu melihat. Dengan konvergensi dan fiksasi akomodasi ialah noesis yang menciptakan noema bentuk cahaya dan warna (benda yang dilihat).
ANTEPREDIKATIP : Sebelum adanya kesadaran atau pemikiran. Menurut Merleau-Ponty badan tahu alam sehingga sebelum sadar saya sudah tahu jalan dalam alam itu.
ARGUMENTUM AD HOMINEM : Jawaban untuk tutup mulut sang oponen. Misalnya lawan skeptisime dikatakan mengatakan benar tidak ada kebenaran ialah kontradiksi.
ATTITUDE : Bahasa Inggris untuk sikap. Kalau saya tahu sikap seseorang saya bisa meramalkan tingkah lakunya.
COGITO : Bahasa Latin untuk berpikir atau kesadaran. Berasal dari filsafat Descartes dengan aksioma Cogito Ergo Sum, saya berpikir yaitu saya ada.
CAKRAWALA : Horison, istilah fenomenologis untuk alam atau dunia. Alam ialah matriks makna-makna dan kita mengarahkan diri pada cakrawala itu tapi tak pernah sampai. Ada cakrawala dalam dan luar, fokus makin teliti ialah cakrawala dalam, kalau tambah luas kita menciptakan cakrawala luar.
CONSCIOUSNESS : Bahasa Inggris untuk kesadaran. Istilah dari William James, the stream of consciousness.
CORPORAL SCHEME : Bahasa Inggris untuk bagan badan. Meskipun kita tidak bisa melihat bagian belakang badan kita atau meraba bagian itu memang jelas kita mempunyai suatu gambaran tentang posisi dan tempat jasmaniah. Dipengaruhi coenestesia, sebagai inderia umum.
CORPS VECU : Bahasa Perancis untuk badan yang dialami. Dalam bahasa Inggris disebut the body proper, dalam bahasa Jerman Leib. Berbeda dengan badan yang hanya diraba atau dilihat (Korper). Dalam filsafat Merleau-Ponty badan yang dialami menjadi le coprs sujet, badan yang baik dilihat dan melihat, meraba dan diraba yaitu suatu misteri, matriks dari alam.
CAUSA EFFICIENS : Menurut Aristoteles ada empat sebab musabab. Causa efficiens sebab linier causa finalis (tujuan), causa formalis dan materialis (bentuk dan bahan). Dalam fenomenologi muncul kausalitas sirkuler a menyebabkan b dan b menyebabkan a (dialektika).
DISPLACED PERSONS SYNDROME : Orang yang dipindahkan masuk negeri asing mungkin mulai mengalami semacam alienasi. Kalau kembali di tempat asal keadaan psikotik ini hilang.
DIALEKTIKA : Logika Hegel yang menerangkan segala hal atas dasar sintesa dari tesis dan lawannya. Berbeda dengan logika Aristoteles yang berdasar azas identitas yaitu segala hal identik dengan dirinya sendiri. Prinsip dasar dari fenomenologi (tidak ada yang dialami tanpa yang mengalami) ialah dasar dialektis dan lukisan badan subyek (Merleau-Ponty) atau alam sebagai cakrawala makna hanya jelas dalam cahaya logika Hegel itu.
FENOMENON : Bahasa Yunani untuk gejala. Dalam fenomenologi orang tidak melukiskan benda-benda (hal yang identika dengan dirinya sendiri) atau fakta melainkan gejala karena semua obyek dilihat secara dialektis dengan subyek. Yang dilukiskan ialah badan fenomenal (badan pencipta alam) dan benda fenomenal (benda yang lahir dalam pengalaman subyek).
FIKSASI : Unsur dalam noesis penglihatan. Suatu obyek penglihatan muncul sebagai hal yang difiksir.
FILSAFAT : Pengetahuan sistematis, kritis dan metodis yang mendapat obyeknya tanpa observasi yaitu secara a priori. Dalam hal itu filsafat dapat diperbandingkan dengan logika dan matematika.
FORME : Bahasa Perancis untuk bentuk, corak atau forma. Tidak dimaksudkan forme dari Aristoteles melainkan Gestalt (Wertheimer, Kofka) keseluruhan ialah lebih dari jumlah unsur. Menurut Merleau-Ponty fenomenologi dapat disebut la philosophy de la forme karena segala hal dilihat secara dialektis.
GENESIS : Kelahiran, perkembangan.
GESTALT : Lihatlah forme.
EGO TRANSENDENTAL : Istilah dari filsafat Husserl. Karena segala obyek dilihat sebagai noema dari suatu noesis, noema total hanya jelas atas dasar suatu subyek umum yang disebut ego transendental.
ENGAGEE : Yang dilukiskan fenomenologi ialah makna (sense sebagai arah, inderia dan arti). Makna ialah pembukaan dalam alam misalnya untuk orang yang tidak buta gejala warna ialah makna. Makna muncul kalau subyek menyituasikan diri hal mana sering terjadi secara tidak sadar (badan tahu lebih banyak tentang dunia daripada kita sendiri). Kalau makna hanya muncul dalam situasi memang jelas sang subyek selalu terlibat (engagee) dalam bahasa Inggris engaged, bahasa Belanda geengageerd. Istilah itu muncul dalam filsafat eksistensialis dan analisa eksistensi.
EPISTEMOLOGI : Ilmu a priori tentang kebenaran. Logika meneliti pemikiran tepat sedang epistemologi meneliti apa dimaksudkan dengan kebenaran. Lebih luas istilah itu dipakai untuk semua pemikiran tentang pengetahuan.
EROTIK : Segala hal berhubung dengan reproduksi dapat dilihat dari sudut sexus dan eros. Sexus lebih berhubung dengan nafsu sedang eros ialah tingkah laku rohani. Dapat diperbandingkan dengan amor benevolentiae (dari Scholastik) yang lawannya dari amor concupiscentiae.
ETRE AU MONDE : Bahasa Perancis untuk hal mengada pada alam. Manusia dilukiskan dalam fenomenologi dan filsafat eksistensialis sebagai suatu alam hasil peng-alam-an. Hal mengada pada alam itu terjadi secara jasmaniah, badan ialah corak dari alam, montage du monde.
EXISTENSI : Manusia sebagai hal mengada pada alam selalu di luar (ex) dirinya. Hidup manusia (terutama pria) ialah transenden, bersituasi dalam suatu alam (cakrawala makna).
HABITAT : Bahasa Perancis untuk tempat tinggal. Habiyer (mendiami) ialah istilah yang sering muncul dalam filsafat Merleau-Ponty. Manusia mendiami badannya atau mendiami bahasa. Fenomenologi melukis tempat kediaman (rumah) yang berbeda dengan museum di mana segala hal dilihat sedang badan, pakaian atau rumah didiami tapi tanpa sadar.
HALUSINASI : Mendengar bunyi yang tidak didengar orang lain atau melihat barang yang tidak kelihatan lingkungan. Gejala itu muncul dalam pelbagai penyakit jiwa seperti schizofrenia atau delirium.
HOMOSEKS : Aktivitas seksual dengan orang sejenis. Untuk wanita gejala itu disebut lesbianisme. Bentuk ringan disebut homofilia.
HYLETIC DATA : Istilah dari filsafat Husserl yaitu unsur dalam noesis.
IDE : (Idea) dari bahasa Yunani eidos. Istilah dari filsafat Plato untuk menerangkan kontradiksi antara hal umum dari pemikiran (pohon ialah tumbuhan) dan hal wujud dari hal khusus, banyak dan dinamis. Dengan istilah eidos Plato mencari suatu kesatuan dalam hal wujud yang banyak.
IDEALISME : Aliran dalam filsafat. Kalau dalam realisme hal yang ada mengukur pemikiran (pemikiran harus menyesuaikan diri dengan hal yang ada) dalam idealisme hal yang ada menyesuaikan diri dengan pemikiran.
ILUSI : Suatu pengamatan yang menipu misalnya garis Mueller-Leyer.
IMAGO : Pembayangan seperti dalam ingatan atau khayalan. Imago ialah noema dari imajinasi sebagai noesis yaitu melihat hal yang ada sebagai hal yang tidak ada.
INDERIA : Dalam fenomenologi disebut sensibilitas kenyataan manusia peka untuk hal luar. Bagi Merleau-Ponty sensibilitas ialah pintu masuk ke dalam analisa fenomenologis dari eksistensi.
INTRINSIK : Dalam dirinya sendiri.
INTENSIONALISME : Semua pemikiran yang berdasar dialektika subyek-obyek, tidak ada hal yang dilihat tanpa hal yang melihat dan sebaliknya. Hal mengada ialah perspektivistik yaitu selalu bagi suatu subyek yang meninjau.
INTERSENSORY WORLD : Dunia ciptaan semua inderia.
KEHERANAN : Filsafat Maurice Merleau-Ponty sering disebut dunia keheranan karena dalam penelitian noetik seluruh dunia muncul sebagai suatu hal yang baru yang mengherankan.
KINESTETIKA : Inderia dalam otot yang memberi kemungkinan mengalami gerakan badan.
KO-EKSISTENSI : Hidup bersama.
KOGNITIP : Segala hal yang berhubung dengan pengetahuan dan pikiran. Lain ialah konatip segala hal yang berhubung dengan kemauan dan motivasi.
KONVERGENSI : Dengan fiksasi dan akomodasi konvergensi ialah unsur noesis dalam perbuatan penglihatan yaitu mengarahkan ke dua bola mata menuju satu obyek.
KONSTITUSI : Istilah dari filsafat Husserl. Alam sebagai noema berhubung dialekstis dengan noesis yaitu tidak ada yang dilihat tanpa yang melihat. Noesis ialah segi subyek yang mau dan mengetahui. Tidak jelas apakah dengan teori ini Husserl masuk aliran idealisme yaitu dunia dikonstitusikan oleh subyek.
KONDISI : Syarat. Dalam ilmu jiwa Behaviouris-me muncul istilah conditioning, atau conditioned reflex, refleks yang bersyarat. Anjing yang makan dan mendengar bel mengeluarkan air liur, akhirnya juga mengeluarkan air liur hanya kalau mendengar bel.
KONTINGENSI : Lawannya dari absolut. Kontingen ialah kebetulan, hal yang berdiri berhak hal lain.
KONSEP : Kira-kira sama dengan ide.
KRITISISME : Nama untuk filsafat Immanuel Kant. Kant tetap berpendapat ada suatu realitas di luar pengetahuan manusia tapi realitas itu tidak mempunyai aturan. Aturan berasal dari manusia sendiri yang secara a priori menyususn rangsang menjadi corak dalam waktu dan ruang sehingga bahan itu bisa diolah dengan kategori (kualitas, kuantitas, perbandingan dan lain-lain) dan dalam formasi ide menjadi ilmu pengetahuan. Filsafat Husserl sering dianggap suatu filsafat Neokantian.
KAUSALITAS : Satu hal menyebabkan hal lain. Dalam alam yang dilukiskan logika Aristoteles (mengukur dan menghitung) sebab musabab ialah linier (A menyebabkan B) sedang dalam lukisan yang berdasar logika Hegel kausalitas ialah sebab musabab sirkuler (A menyebabkan B dan B menyebabkan A).
LA CHAIR : Bahasa Perancis untuk daging. Istilah dalam filsafat Merleau-Ponty suatu gejala yang muncul kalau kita mengamati suatu benda. Merleau-Ponty selalu mencari hal ante-predikatip, hal yang mendahului kesadaran yang sering disebut etre sauvage, hal yang liar (semacam Ding an sich dari Kant) atau arkeologi, hal yang tersembunyi, istilah lain ialah daging.
LINGUISTIK : Ilmu bahasa. Meta linguistik ialah ilmu mengenai ilmu bahasa.
LOGIKA : Ilmu a priori mengenai pemikiran tepat, bukan tentang benar tidak benar. Semua kursi punyai empat kaki, manusia ialah kursi, manusia mempunyai empat kaki, ialah pemikiran tidak benar tapi tepat. Logika tradisional berdasar buku-buku Aristoteles. Fenomenologi, eksistensialisme, dan materialisme dialektis (Marx) berdasar logika Hegel.
LOGIKA HEGEL : Juga disebut dialektika. Setiap hal muncul berhubung dengan lawannya misalnya sejumlah titik yang sama jauhnya dari titik pusat muncul sebagai sirkel kalau berhubung dengan persegi tiga, sebagai mata kalau berhubung dengan hidung dan mulut, sebagai balon kalau muncul bersama tali dan tangan anak. Juga sintetisme itu kelihatan dalam hal dinamis, segala hal mempertahankan diri dengan meniadakan dirinya. Juga di sini hal negatip (lawan) ialah esensial. Berdasar logika Hegel terjadi kemungkinan bagi kaum fenomenolog mengatasi dikotomi badan-jiwa atau subyek-obyek.
LOGIKA ARISTOTELES : Berdasar principium identitatis, setiap hal identik dengan dirinya sendiri. Dalam logika itu kontradiksi ialah haram.
MATERIALISME : Ilmu filsafat yang mengajar bahan (matter) ialah dasar segala hal. Materialisme kasar muncul kembali dalam biologi abad yang lalu (Buchner, Huxley, Molenschott, de la Mettrie), juga dalam filsafat resmi Rusia kadang-kadang muncul materialisme yang bodoh itu. Materialisme Marx bukan materialisme kasar, materi ialah paksaan yang muncul dalam aktivitas manusia (juga dalam aktivitas rohani) berhubung dengan kenyataan (nyata bagi Marx) relasi-relasi ekonomis menguasai semua relasi-relasi lain.
MATRIKS : Dasar yang melahirkan unsur-unsur. Dalam filsafat Husserl alam dan dunia bukan totalitas segala barang melainkan cakrawala makna-makna yaitu matriks segala hal yang bermakna.
MAKNA : Konsep dasar dari fenomenologi. Dalam bahasa Perancis makna artinya sense juga berarti arah atau inderia. Inderia membuka alam (warna, bunyi, orientasi) dan hal itu bisa dianggap, sebagai pengarahan menuju cakrawala (alam). Makna ialah pembukaan yang terjadi kalau manusia menyituasikan diri. Fenomenologi tidak meneliti benda, fakta atau obyek-obyek melainkan makna sehingga misalnya analisa eksistensial (yang berdasar fenomenologi) sangat berbeda dengan analisa biografi (yang meneliti fakta) atau anamnesa.
MISTERI : Rahasia yang secara prinsipil tidak bisa dijelaskan seluruhnya karena muncul sebagai suatu kontradiksi misalnya badan sebagai subyek yang baik diraba maupun meraba, realitas yaitu tidak ada kepribadian tanpa alam dan tidak ada alam tanpa kepribadian.
MISE EN FORME : Istilah Perancis untuk formasi. Menyituasikan diri ialah mise en forme, yaitu memenuhi semua syarat dari noesis supaya terjadi noema.
MONTAGE DU MONDE : Bahasa Perancis corak dari dunia, definisi untuk badan manusia yang menciptakan alam. Warna berhubung dengan mata, bunyi dengan telinga tapi montage dari alam terutama terjadi secara tidak sadar.
MOTORIK : Semua rangsang eferen (dari pusat ke periferi) yaitu rangsang yang menggerakkan otot. Motorik berhubung dengan sensorik, rangsang-rangsang aferen (stimulus afferens) rangsang yang mencari pusat dan membawa informasi dari luar (inderia).
MOTIP : Suatu hal yang mencetuskan tingkah laku. Dalam fenomenologi suatu motip ialah suatu antecedens (yang mendahului tingkah laku) yang berpengaruh atas dasar maknanya. Situasi yang diterima ialah motip misalnya pergi ke kantor pos untuk kirim telegram dalam keseluruhan situasi yang muncul dan diterima waktu ibu meninggal.
MOTIVASI : Situasi yang diterima, lihatlah motip.
MULTIPLISITAS : Hal majemuk.
NAIVE : Istilah Perancis, kekanak-kanakan, sederhana, pikiran awam. Segala hal yang lain dari hal sophisticated atau terpelajar disebut naive.
NECESSITAS : Bahasa Latin untuk hal yang perlu, misalnya navigare necesseest, hanya dengan berlayar kita akan menikmati kemakmuran.
NEUROSIS : Istilah dari ilmu jiwa patologis. Orang yang banyak takut, tidak memenuhi potensi atau sering mengalami gejala psikosomatik disebut orang neurotik. Sebab neurosis belum begitu jelas sering berhubung dengan bakat (Tiefenperson).
NOESIS : Segi subyektip dari konstitusi alam. Dalam noesis muncul noema yaitu segi obyektip dari alam. Sebagai ajektip dipakai istilah noetik dan noematik.
NON THEMATIC CONSCIOUSNESS OF THINGS : Tahu mengenai benda padahal benda itu tidak menjadi tema pemikiran misalnya benda di belakang saya tetap diketahui tapi tidak di-tema-kan.
OPTIS : Segala hal yang berhubung dengan penglihatan. Juga disebut visuil atau visual. Yang berhubung dengan pendengaran disebut akoustis atau auditip, untuk inderia hidung dipakai istilah olfaktorik dan untuk perabaan taktil.
ORIENTASI : Pengarahan. Manusia berdiri atas dua kaki sehingga terjadi orientasi kanan-kiri, atas-bawah dan muka-belakang. Dengan orientasi muncul suatu alam dan perspektivisme realitas.
OTONOM : Berdiri sendiri, berkuasa sendiri. Juga disebut independen atau suveren.
PERSPEKTIVISTIK : Menurut fenomenologi segala hal muncul sebagai hal yang perspektivistik yaitu dengan latar belakang. Hal itu terjadi karena manusia ialah subyek yaitu peninjau dan segala hal dialami dengan subyek sebagai titik tolak atau titik tinjauan. Hal itu juga berlaku untuk kemauan dan pemikiran. Bisa diragu-ragukan apakah hal antepredikatip juga perspektivistik.
PERSEPSI : Pengamatan, aktivitas penginderiaan. Fenomenologi Merleau-Ponty memakai persepsi sebagai titik tolak.
POSITIVISME : Aliran filsafat, hanya hal yang jelas dianggap benar. Jelas artinya terbuka untuk eksperimen, observasi dan pengolahan matematis. Ilmu positivistik bebas dari pemikiran etis (baik, buruk, pantas, tidak pantas). Dalam Neomarxisme terdapat reaksi lawan sikap positivistik marxisme tradisional.
POUR SOI : Bahasa Perancis untuk kesadaran (Satre). Hal luar kesadaran disebut en soi. Dalam bahasa Jerman Das Ding fur mich, Das Ding an sich (Kant).
PRESENT : Bahasa Inggris untuk waktu sekarang. Waktu sudah disebut past dan waktu yang akan datang future.
PRIMORDIAL : Asli, hal dasar, hal yang muncul pada asal.
PSIKOSOMATIS : Gejala psikis yang muncul sebagai gejala jasmaniah, biasanya dipakai untuk penyakit seperti radang lambung (ulcus), tekanan darah tinggi, eczema, asthma, colitis dan lain-lain.
PSIKOFISIS : Bagian dari ilmu jiwa (Weber dan Fechner) mencari korelasi antara rangsang fisik dan reaksi dalam kesadaran.
REALITAS : Sering dipakai untuk segala hal yang bukan khayalan, pemikiran atau kesadaran, dari perkataan Latin res, benda.
REPRESENTASI : Membayangkan dalam ingatan. Dalam filsafat realisme juga dikatakan benda direpresentasi dalam pengamatan.
REDUKSI : Istilah dari filsafat Husserl, supaya noema muncul sebersih-bersihnya pengetahuan harus dimurnikan dalam reduksi fenomenologis, eidetis dan transendental. Reduksi bukan hal yang esensial untuk fenomenologi, dalam filsafat Merleau-Ponty tidak terdapat reduksi.
REFLEX : Gerakan berdasar rangsang aferen dan eferen tidak lewat korteks otak sehinga tidak dikuasai kemauan.
REFLEKSIP : Manusia bisa memikirkan pemikirannya sehingga kesadaran dipantulkan dalam kesadaran. Merleau-Ponty menemui gejala itu dalam daging misalnya tangan kanan meraba tangan kiri yang meraba tangan kanan sehingga meraba perabaan.
RESPONS : Istilah dari ilmu jiwa behaviouris, setiap stimulus (rangsang) menimbulkan respons (jawaban).
REVERSIBILITAS : Kemungkinan ditukar atau dibalikan.
SENSASI : Dari bahasa Inggris sensation, rangsang yang menimbulkan pengamatan (empirisme).
SCHIZOPHRENIA : Istilah dari ilmu jiwa patologis dan psikiatri. Pengasingan dari realitas sehingga tidak bisa bergaul secara optimal, desintegrasi daya psikis, subyek dan obyek kehilangan polarisasi.
SINTESA : Gabungan, dalam filsafat Hegel sintesa ialah dialektika segala hal dengan lawannya (anti tesis) sehingga hal negatip (negasi) menjadi unsur esensial dalam realitas.
SINKRONISASI : Pencocokan waktu.
SIGNIFIKANSI : Memberi arti, menunjuk sesuatu dengan tanda (signum).
SITUASI : Tempat, keberadaan. Istilah penting dalam fenomenologi, manusia menyituasikan diri waktu menciptakan makna. Merleau-Ponty mengatakan ada pertanyaan kabur dari luar dan manusia menyituasikan diri dengan mencari jawaban yang paling cocok. Bisa juga terjadi secara tidak sadar.
SPLITTING : Istilah dari psikoanalisa modern. Perpisahan antara dorongan eros (mencintai, merasa senang) dan agresi (benci, melawan).
SPATIALITAS : Ke-ruang-an.
SPECTACULUM : Bahasa Latin, pemandangan, hal yang dilihat di panggung waktu sandiwara.
STIMULUS : Rangsang.
SUBSTRAT SOMATIK : Hal jasmaniah sebagai dasar.
TACHISTOSKOPIS : Menampakkan suatu gambaran dalam alat eksperimen ilmu jiwa yang disebut takhistoskop. Gambar hanya dilihat dalam fraksi satu sekon.
TELEOLOGIS : Diarahkan menuju suatu tujuan (telos).
TEMPORALITAS : Ke-waktu-an.
TEORI : Corak pengetahuan yang menghasilkan hipotesa-hipotesa.
TRANSPARANT : Seperti kaca, hal yang ada di belakang bisa dilihat. Lawannya opaque.
TRANSENDENSI : Menyeberangi, melampaui. Imanen ialah hal yang tinggal di dalam, transenden ialah hal yang menuju ke luar.
URDOXA : Istilah dari filsafat Husserl, kenyataan dasar yaitu ada hal yang ada.
VEHICULUM : Kendaraan.

[] Photo : National Geographic []