Pages

August 9, 2013

c o r p u s | Pengantar Filsafat Barat ~ Fuad Hassan





 Filsafat adalah induk yang melahirkan berbagai cara pandang tentang manusia dan kemanusiaan sebagai manifestasi kehidupan yang bermatra kebudayaan dan peradaban. Manusia tidak membiarkan dirinya sekadar hanyut dalam arus peristiwa atau dibekukan oleh kenyataan. Bagi manusia, setiap kenyataan yang dihadapinya sekaligus berarti kemungkinan. 
Dengan penghayatan bahwa dunianya senantiasa menganga dan mengimbaunya untuk menemukan berbagai kemungkinan, maka manusia tidak putus-putusnya cenderung menjelajahi dunianya, termasuk penjelajahan yang nyaris tanpa batas dalam alam cita dan citra (a world of ideas and images), sehingga kehidupannya berciri nomadik.

(FUAD HASSAN)




Buku 'Pengantar Filsafat Barat', karya Fuad Hassan ini, diterbitkan oleh Pustaka Jaya, pada bulan Maret tahun 2005, di Jakarta, dan merupakan cetakan ketiga. Sedangkan cetakan pertamanya diterbitkan tahun 1996, lalu cetakan keduanya di bulan Maret 2001, masih oleh penerbit yang sama.

Dalam perspektif penulisnya, kehadiran buku ini lebih dimaksudkan semacam: "Pembangkit perhatian terhadap filsafat sebagai suatu kesibukan manusia selama berabad-abad dan memberi corak khas pada cara pandang manusia terhadap alam sebagai makrokosmos dan dirinya sendiri sebagai mikrokosmos, dan selanjutnya berpengaruh  atas perkembangan berbagai disiplin ilmu."

Almarhum Fuad Hassan bisa dikatakan sebagai individu genial yang dikaruniai beragam talenta. Ia tidak saja dikenal sebagai salah seorang begawan Psikologi Sosial, tetapi aktivitasnya merentang luas ke dalam relung-renung dunia diplomasi, pendidikan, budaya, juga strategi. Di samping aktivitas utamanya selaku gurubesar  Fakultas Psikologi UI, ia pernah pula menjadi dutabesar RI untuk Mesir merangkap Sudan, Somalia, dan Djibouti, Kepala Badan Penelitian dan Pengembangan Departemen Luar Neger RI, Anggota MPR-RI, Menteri Pendidikan dan Kebudayaan RI, Anggota DPA-RI, Anggota Dewan Gubernur Asia-Europe Foundation (ASEF) mewakili Indonesia, Ketua Komisi Kebudayaan Akademi Ilmu Pengetahuan Indonesia (AIPI).

Bagi Fuad Hassan, buku ini ditulisnya sebatas pengantar bagi para pembacanya untuk perkenalan awal berjumpa filsafat tanpa perlu merasa ada beban berat yang disandang, suatu perjumpaan yang moga-moga menstimulan gairah untuk berkelanjutan mendalaminya demi memperluas horizon berfikir kita, tanpa berpretensi menjadi sang filsuf instan usai rampung membacanya! 

Berikut ini disajikan petikan-petikan intisari narasinya untuk dinikmati, dicermati, ataupun dikritisi:

 
  • Filsafat adalah ikhtiar manusia untuk memahami berbagai manifestasi kenyataan melalui upaya berfikir sistematis (systema = keteraturan), tatanan, saling keterkaitan), kritis (kritikos = kemampuan menilai; kritein = memilah-milah), dan radikal (radix = akar). Dengan kata lain: filsafat ditandai oleh proses berfikir yang teratur sambil menilai sesuatu hal secara mendasar. Tidak semua proses berpikir ditandai  oleh ketiga ciri tersebut . Kita berpikir memecahkan sesuatu hitungan, tetapi bukan berfilsafat tentang hitungan itu; kita bisa berpikir sewaktu memilih mana di antara sejumlah peralatan yang tinggi nilai kegunaannya; dalam hal ini pun kita tidak berfilsafat; dan banyak contoh lain yang menunjukkan bahwa tidak semua proses berpikir adalah berfilsafat.     
  • Melalui proses berpikir yang sistematis dan kritis serta radikal itu, filsafat bertujuan memperoleh wawasan (insight) yang makin jelas tentang berbagai gejala, baik yang tampil sebagai fakta (fact) belaka ataupun yang berlangsung sebagai rangkaian peristiwa (process). Ini tidak berarti bahwa filsafat berhenti pada usaha pemahaman mengenai berbagai gejala tersebut secara kasuistik. Sebagai kasus yang tunggal (individual, particular) masing-masing gejala itu merupakan perantara untuk melakukan kegiatan berikutnya, yaitu pengamatan (observation) lebih lanjut yang memungkinkan pendekatan dengan penalaran (reason) serta penafsiran (interpretation), sehingga memungkinkan dirumuskannya kesimpulan yang berlaku umum (general, universal).
  • Tidak semua gejala segera dapat dipahami melalui penalaran; berbagai segi yang melatari tampilnya sesuatu gejala seringkali cenderung ditafsirkan melalui pemikiran berdasarkan dugaan-dugaan yang bertolak dari sesuatu asas a priori dan bersifat spekulatif (Latin: speculari = mengamat-amati, speculum = menara pengamat). Misalnya, pemikiran yang beranjak pada asas nihil ex nihilo tentu beranggapan bahwa tidak ada sesuatu yang lahir dari ketiadaan; mustahil apa yang ada lahir dari kehampaan; dengan kata lain, mesti ada sesuatu di balik apa yang ada. Mesti ada sesuatu (daya) di balik lautan yang bergelombang, atau di balik gunung yang meletus, atau halilintar yang menyambar, dan sebagainya. Pendek kata, mesti ada sesuatu di balik apa yang ada dan teramati secara pisik. Dari cara pemikiran spekulatif itu muncullah ragam filsafat yang disebut metafisika, yaitu pemikiran yang berusaha menjangkau apa yang (mungkin) ada di balik sesuatu penampilan yang pisik. Metafisika boleh dianggap merupakan ragam berfilsafat yang tertua, dan berkembang sebagai kegiatan perenungan yang cenderung mendekat pada sistem kepercayaan.
  • Karena tidak segala sesuatu terjawab dengan pasti melalui pemikiran metafisika, maka berkembang pula dugaan tentang masih adanya sesuatu rahasia (mysterion, mysterium, mystery) di balik segala kenyataan yang tampak; rahasia itu sulit ditangkap melalui pemikiran metafisika belaka, melainkan harus ditempuh melalui perenungan dan penghayatan akan adanya sesuatu yang tetap gaib; betapapun paradoksal kedengarannya -- ada tapi gaib -- segala rahasia itu tidak bisa diabaikan sebagai sumber pengaruh pada kenyataan sebagaimana tampilnya. Perenungan mengenai berbagai 'rahasia - di balik - kenyataan' sedemikian itu disebut mistik yang sebagaimana metafisika tidak didasarkan pada penalaran melainkan lebih bersifat spekulasi. Oleh karena menekankan tentang adanya sesuatu yang rahasia dan gaib, maka tidak jarang dalam mistik berbagai citra (image) berkembang sebagai kultus dan mitos yang diterima dan tidak mungkin diuji dengan penalaran (beyond reason).   
  • Berbeda dengan spekulasi, penalaran adalah proses berpikir yang teratur dan terarah secara progresif menuju pada suatu akhir (finality); teratur, karena penalaran harus mengikuti tertib (order) atau bagan (scheme) tertentu; terarah karena penalaran bergerak maju menuju tercapainya suatu penyimpulan sebagai tahap akhirnya. Penalaran berlangsung sebagai proses yang mengikuti tertib atau bagan berpikir tertentu, seperti misalnya silogisme, analogisme, teleologisme, determinisme kausal, dan sebagainya. Penalaran berlangsung sebagai proses berpikir dengan logika sebagai modus dasarnya. Maka ujian pertama terhadap upaya penalaran ialah sejauh mana prosesnya dikendalikan oleh logika; dengan kata lain, logika mengendalikan disiplin dalam proses penalaran. 
  • Karena penalaran selalu mempunyai tujuan (intention) untuk sampai pada dirumuskannya penyimpulan (concluding statement), maka sejak awalnya proses penalaran berlangsung dengan antisipasi pada tercapainya suatu tahap terminal. Ini jelas berbeda dengan khayalan (imagination) yang tidak perlu menuju pada sesuatu penyelesaian; sebaliknya, khayalan berlangsung sebagai proses yang tidak terkendali, bahkan mungkin sekali selama berlangsung makin berkembang dan membias. Melalui kegiatan penalaran inilah filsafat berusaha untuk menemukan adanya berbagai keteraturan (regularities), dalil (rules), hukum (laws), dan asas (principles) yang teramati melalui penampilan berbagai fakta dan peristiwa.


 
  • BERSAMBUNG ...