Pages

December 25, 2013

q u o t a t i o n | SIGMUND FREUD ~ Tuhan dan ambivalensi manusia...

 

 


Psikoanalisis terhadap individu-individu telah mengajari kami bahwa kesan-kesan (impressions) paling awal mereka, yang diterima pada waktu ketika mereka hampir belum dapat berbicara, menunjukkan dirinya kemudian dalam cara yang obsesif, walaupun kesan-kesan itu sendiri tidak diingat secara sadar. Kami merasa bahwa hal yang sama tentu juga berlaku (hold good) bagi pengalaman-pengalaman (experiences) manusia paling awal. Satu hasilnya adalah kemunculan konsepsi tentang Tuhan Satu Yang Agung. Ia dikenali sebagai suatu ingatan — yang sungguh terdistorsi, namun suatu ingatan. Ia memiliki sebuah kualitas obsesif; yang sekadar harus dipercayai. Sepanjang distorsi tersebut berlangsung, ia bisa disebut delusi; sepanjang ia memunculkan sesuatu dari masa lalu, ia harus disebut kebenaran. …

 

Dari Darwin saya meminjam hipotesis bahwa manusia aslinya hidup dalam kelompok-kelompok (horde) kecil; masing-masing kelompok berdiri di bawah pemerintahan seorang laki-laki yang lebih tua, yang memerintah dengan kekuatan brutal, mengambil semua wanita bagi dirinya, dan berulang-ulang memukul atau membunuh semua laki-laki muda, termasuk anak-anaknya sendiri. Dari Atkinson saya menerima masukan bahwa sistem patriarki ini berakhir oleh satu pemberontakan anak-anaknya, yang bersatu melawan ayahnya, menyergapnya, dan bersama-sama memakan tubuhnya. Mengikuti teori totem Robertson Smith, saya menyatakan bahwa kelompok yang sebelumnya diperintah oleh sang ayah ini berlanjut dengan sebuah klan saudara yang totemistik. …

 

Ambivalensi anak-anak terhadap sang ayah tetap kuat selama keseluruhan perkembangan selanjutnya. Sebagai ganti sang ayah binatang tertentu dinyatakan sebagai totem; yang berlaku sebagai nenek moyang mereka dan spirit yang melindungi, dan tidak satupun yang diijinkan untuk menyakiti atau membunuhnya. Tetapi, sekali setahun seluruh klan berkumpul untuk sebuah perayaan di mana totem sembahan, sebaliknya dicacah dan dimakan. Tidak seorangpun yang diperbolehkan pergi dari perayaan ini; itu adalah pengulangan pembunuhan ayah yang khidmat, dalam mana tatanan sosial, hukum-hukum moral, dan agama memiliki permulaannya.

 

SIGMUND FREUD; ‘Musa dan Monoteisme’, Jendela, 2003

 

Photo ~ NATIONAL GEOGRAPHIC

 

q u o t a t i o n | KENZABURO OE ~ Kualitas kepemimpinan...






Kualitas kepemimpinan yang luar biasa dari pria besar, dengan punggung bungkuk dan wajah pucat, ini sudah terlihat jelas dengan membuat kantor pemerintahan lokal terkepung -- sehingga memberikan tekanan pada musuh tanpa perlu memprovokasi tentara untuk bertindak -- dan mempertahankan keseimbangan kekuatan yang rawan antara masyarakat dan penguasa, sampai arah debat dalam dewan akhirnya berubah.

 

 Tapi, kakek juga menyebutkan ini dalam pujiannya: "Hal yang paling menakjubkan, adalah tak ada seorang manusia pun yang tergores. Benar-benar diperlukan kepemimpinan yang luar biasa sehingga dia bisa menghimpun pergolakan sedemikian dahsyat tanpa membuat seorang manusia pun terluka." 

 

Kenzaburo Oe; 'Jeritan Lirih', Jalasutra, 2004




Photo ~ NATIONAL GEOGRAPHIC