Pages

September 7, 2014

r e c o m m e n d a t i o n | Observasi perilaku narasi Jokowi kini






Krisis apa pun bentuknya -- semisal krisis sosial, finansial, politik, lingkungan, energi -- lazimnya muncul bukan karena proses alami, tetapi akibat direkayasa secara sengaja dengan cara menciptakan semacam suatu situasi ketidakseimbangan; bisa melalui pendekatan operasional lapangan atau otak-atik sistemik, juga penggabungan keduanya.
Penciptaan krisis bisa bertujuan terbatas semacam "testing the water" atau lebih luas lagi untuk upaya reduksi eksistensial seperti penggembosan, penggulingan, dan pengambilalihan secara "paksa".
Krisis bisa digulirkan oleh aparatus birokrasi sipil maupun militer, organisasi politik, kelompok bisnis, bahkan LSM.
Yang menarik justru krisis lebih berpeluang "hadir" di momentum transisional, karena di saat fase transisi ada semacam "ruang kosong" yang menggoda untuk "di isi" atau lebih tepatnya "di duduki".
Jadi tidak terlampau mengherankan jika di era transisi pergantian pemerintahan dari regionisasi SBY ke Jokowi, mendadak terpampang krisis antrian BBM.
Yang mengherankan dan mengkhawatirkan adalah respon Jokowi atas krisis pasokan BBM tersebut yang cenderung memperlihatkan narasi soliter, melankolik, impulsif, dan semi inferior. Ke manakah orang-orang pintar yang ada di belakang dirinya di kantor transisi yang telah dibentuknya itu selaku dapur pemikiran? Yang semestinya tidak membiarkan sang presiden terpilih ini seolah kini berjalan sedemikian "telanjang" tanpa "misteri" perisai pemikiran yang kokoh menopang dalam merespon isu-isu "empiris-liar" yang berseliweran di ruang-ruang kosong hingga saat pelantikan presidensial Oktober 2014 mendatang?
Salam psikologi...




No comments:

Post a Comment